Minggu, 28 Desember 2008

Kini kurasakan surga itu
menggiring semilir di tengah atmosfer statis
ruang ini
Di sini, di tempat ini
segala rupa bahagia, tentram, tenang,
tak percaya,mimpi,khayalan,
nila fajar,embun pagi,jingga senja,gugus kejora
bergelora menjadi degup

Tepat ratusan ribu kaki di bawah sana
adalah bentangan samudra tak berujung
yang menangkup rasaku untukmu
kini nyata mengantarku menyentuh surga itu
menghembuskan nafasnya atas namamu
dan membiarkannya bergetah dalam ingatan

something that I'll never forget

Sabtu, 27 Desember 2008

Balada Tukang Doktek

(masih juga diambil dari binder pribadi gw) Bandung, 19 Desember 2008
22.53
on my bed, after packing

Sore itu, kukumpulkan nyawa
Setelah hibernasi pada penghujan Desember
Petir menggelegar menyihirku terlelap
dalam mimpi yang begiiiituuu panjang....
Kuguyur tubuhku dengan air es
Hingga beku dalam gelap, hingga seketika
Teriakan itu memanggilku,
membatalkan sesi pengumpulan nyawaku
yang belum lebih dari tigaperempatnya
Maka ku berlari untuk sesuatu yang tak bisa ditolak
Aku kejar karena aku tahu,
menunggu itu resah. Meski aku penuh tanya.

Langkah kaki melambat
menghitung mundur waktu
saat kukenali benda yang tak asing bagiku
sebuah rindu yang selalu berkelana liar ketika sunyi
sebuah rindu yang kuharap akan kembali lagi
Maka kau muncul sebagai pemilik benda itu
mengisi jawaban kosong dari semua pertanyaan
mengoreksi nyawaku yang kini hadir sepenuhnya
Di sini aku nyata melihat hadirmu
Tepat di depan sadarku yang terpaku,
Jadi ini tukang dokteknya?


Jumat, 26 Desember 2008

Sebelum Kau Pergi

(lagi-lagi di ambil dari binder pribadi gw)

Pukul 15 ketika itu, otakku masih digentayangi oleh rumus volum dan luas sumbu putar juga nama gugus alkil alkanoat. Bahasan-bahasan IPA yang sungguh istimewa untuk menjadi jackpot 2 mata pelajaran terakhrir ini. Entah namaku terseret daftar remedial atau tidak. Yang jelas, telah ku kuras seluruh file di otakku untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan ilmu pasti itu.

Kau berdiri mematung di satu sisi hanggar, tempat kongkow para siswa di sekolah boarding school ini, seorang diri dengan senyum simpul menyapaku tanpa kata. Hingga aku membelokkan langkahku yang tinggal sejengkal lagi memasuki pintu gerbang asrama putri.

Aneh, pikirku.
Mengapa kau tak segera kembali ke asrama putra dan malah mengajakku duduk di salah satu bangku hanggar. Kelihatannya sesuatu yang penting mengalahkan lelahnya otak yang ingin tidur siang saja.

Kau menggeleng untuk kembali ke asrama dan beralih menatapku denagn sangat serius. Memulai pembicaraan flashback tentang apa yang kau lakukan sepekan lalu di Jakarta.

Liburan sekolah saat itu.
Kau sedang mengembangkan sayap untuk mencari informasi universitas mana tempatmu mendarat setelah lulus nanti. Impian besarmu untuk masuk di sekolah perfilman, mengantarkanmu ke sebuah agent yang menawarkan pendaftaran ke sebuah sekolah perfilman terkenal di negri seberang. Kau begitu antusias ingin segera berlari mengejar impianmu yang terpamapang jelas di depan mata. Aku pun menanggapimu dengan senyum penuh syukur, mendengar semangatmu yang meluap-luap melalui telepon selulerku.

Ada yang mengganjal sepertinya.
Aku memintamu bercerita bagaimana perkembangan selanjutnya. Berharap kau telah banyak tahu dan aku ingin mendengarnya.Mungkin kau memancingku bertanya.
Namun kau malah menyodorkan segulung kertas yang kau remas sedari tadi. Memberi isyarat agar aku membacanya.
11 bulan sudah aku mengenalmu. Menjalin hubungan bersamamu,bercerita akan sedih dan bahagiamu, dan tahu segala tentangmu, sekalipun kau galau. Seminggu lagi tepat tanggal 8 Oktober, kita genap menjadi 12 bulan. Tapi raut wajah seperti ini baru kutemui sekarang.

Isi kertas inikah yang membuatmu begitu bungkam? Tak pernah aku berharap hal-hal seperti ini terjadi menjelang hari jadi kita. Kalimat demi kalimat aku cermati dan kau sedikit demi sedikit mencoba menjelaskan. Ini asing bagiku. Aku tahu dia akan melanjutkan sekolah perfilman nanti, setealh lulus. Tapi mengapa waktu enggan mengulur lama-lama? Kau seakan menarik maju waktu 6 bulan lebih cepat. Hingga kita harus tertarik oleh kutub kita masing-masing hanya dalam hitungan minggu.
"Tanggal 20 a' berangkat."
Terhitung 3 detik kau mengucap kata-kata itu. Tapi tak terhitung berjuta detik yang lalu pernah ada aku dan kamu mengagumi fajar dan membiarkan gemintang bercahaya. Setiap waktu, genggaman tanganmu mengikat perasaan ini dan terlanjur telah kunyalakan beribu lilin agar kau mampu melihat hatiku yang tentram untuk selalu berada di sismu. Sungguh sekejap pandangan, ombak waktu meraup semua memori iyu dan menghanyutkannya menuju samudera entah. Hingga hanya tersisa duri-duri laut yang menusuk-nusuk pilu pada pesisir riak harapku yang lengang.

Lengang sekali...
Sampai tak bisa kudengar suara hatikiu sendiri. Menangiskah ia? Meraungkah ia? atau matikah ia? Aku mati rasa. Kau hanya diam menunggu mulutku melontarkan sepatah kata. Asal kau tahu, lidahku terlalu lemah untuk mematahkan sebuah kata. Begitu kelu dan juga hatiku. Beberapa fantasiku mencoba menghibur diri sendiri. Men-setting otakku untuk percaya bahwa aku baru saja pingsan setelah mengerjakan soal ulangan, dan ini adalah alam mimpi.
Tapi percuma. Fantasiku tidak lebih kuat dari pahitnya kenyataan.

Katakanlah bahwa kau berbohong. Jika kali ini kau berbohong, itu berarti kau menghintikan perputaran otakku yang sudah nyaris korslet. Karena yang terlontar dari mulutku hanyalah kata 'mengapa' tanpa ada embel-embel yang lain. Itu dan itu saja. Berkali-kali. Sampai kau habis kata-kata untuk menerangkan bahwa kau memutuskan melewatkan Ujian Nasional demi satu mimpimu itu.

Kau menutup pertemuan itu dengan mengantarku pulang hingga depan gerbang asrama putri. Setelah aku meminta waktu untuk mencerna semua kejadian barusan dan mengistirahatkan jiwaku agar terkunci semua prasangka buruk.
Aku menatap dirimu yang kehabisan kata, kosong. Saat ini aku bisa memandang utuh hadirmu. Tapi tak kan lama sekejap semua itu lenyap. Aku berbalik badan darimu. Tak kuat mencengkeram nafas ini lebih lama. Hingga akhirnya pecah tak lagi terbendung. secepat inikah? Tuhan, kini aku paham. Engkau selalu punya rencana, tapi kita tak pernah tahu.

Kemudian tangis itu melebur berebutan jatuh bebas dari harapan-harapan yang sempat membumbung tinggi. Bebaskan sayapmu merentang menembus duniamu. Agar suatu saat nanti dapat kutagih semua janji.




Sabtu, 13 Desember 2008

Gw Jealous

(tulisan ini diambil dari binder pribadi gw)

Bandung, 7 Desember 2008
22.00 WIB
arriving dorm, from the mosque...

Suara takbir masih bersahut-sahutan sejak 3,5 jam yang lalu. Dan aku masih mengerjap-ngerjapkan mata untuk mengumpulkan nyawa. Ternyata 3,5 jam tertidur di masjid itu tidak terasa ya?!

Siswa kelas 3 diperbolehkan tinggal di masjid untuk takbiran. Sedangkan siswa kelas 1 dan 2 ada kegiatan "Lomba Takbiran" di hanggar.

Sepertinya aku harus mengucapkan selamat pada diriku sendiri. Karena ini kali pertama aku mengisi binder baruku yang ke-4! Ya, selama aku berada di krida. Sekarang ini bentukmu masih seindah asalnya. Denagn cover apa adanya dan lembar kertas yang hanya sekian adanya.

Aku ingin segera menjejakkan kakiku di kota gerah, Surabaya. Buakan kangen sama gerahnya, tapi da Ibu di sana. Ada MbakIka di sana. dan Bapak mungkin ikut menyusul. Namun hal paling istimewa adalah, ada rumah baru di sana. Akhirnya selama 16 tahun hidup, makan, merem,dan bunag hajat di kompleks perumahan yang kata orang punya perusahaan, di sebuah planet kecil bernama BONTANG, aku memiliki rumah pribadi!
Tempat aku mempunyai kamar pribadi. Menurutku itu sangat istimewa dan aku mendamba untuk bisa egera ke sana.
Tapi masih ada titik A,B,C,D,E,F,G,danH untuk bisa mencapai titik I-B (baca:IB-ijin bermalam-) yang harus kulewati. Dan ini tugasku untuk menjalaninya dengan baik, sebelum teriak "MERDEKA!" pada tanggal 20 Desember 2008 nanti.

Hari ini masih seperti minggu-minggu kemarin ketika aku mencoba menghubunginya melalui internet. bedanya, aku sudah mulai canggih kali ini! Dengan berbekal mic headset seharga 35ribu dari Hypermart MTC, aku bisa lebih leluasa menghubunginya. Meski tetap harus dibayar dengan kaki linu dan pegal-pegal karena selama 6 jam penuh aku lesehan di depan layar komputer warnet. Entah bentuk pantat ku berubah atau tidak.

Kalau saja ditawari hadiah tongkat ajaib, malam ini juga akan ku ubah semua binderku menjadi online. Bahasa kerennya sih, jadi "Blog" itu deh..!
Sehingga aku tek perlu menyertakan alamat account ba....bi...bu..., atau user ID ta...ti....tu...dan juga password ca...ci...cu... untuk bisa membukamu, bercerita padamu, dan menghias wajahmu. Seringkali aku terjebak karena lupa ID. Dan itu menyebalkan sekali!

Adakah oranglain pernah merasakan cemburu bukan dengan lawan jenis ataupun sesama jenis?
Maksudku, adakah orang yang cemburu bukan kepada orang lain? melainkan kepada tempat ia tinggal?

Ya, kupingku selalu panas setiap kali mendengar orang menyebut nma "Malaysia" apalagi mengelu-elukannya.
Dari sisi ekonomi, dia sudah mengalahkan negriku yang kaya inindengan beberapa nominal nol di belakangnya.
Dari sisi budaya, dia sudah banyak merebut hak cipta tarian nenek moyamg kita.
Dari sisi geografis, dia sudah menebeng dan merebut kepulauan kami dengan mudahnya dan dengan 'sangat-tidak-tahu-dirinya'!

Dan sekarang dia sudah mulai merebut lelakiku untuk lebih tertarik menempuh pendidikan i sana. Yang dia bilang (lelakiku), pendidikan di sana lebih maju dengan segala tetek bengek fasilitas yang menjanjikan... "BAH"!! Bullshit!

Sekarang mau apalagi yang kau rebut dari hiupku dan hidup negaraku? Ya Allah...sampaikan pada Malaysia, kalau aku membencinya!
Bukankah merebut apa yang bukan haknya adalah dosa, ya Allah? Dan dia lakukan itu semua dengan muka tebalnya. Menguras tenaga-tenaga para TKI dan membayarnya dengan luka lebam. Juga mencuci otak-otak mereka untuk menyanyikan lagu kebangsaan Malaysia hingga lupa teks Indonesia Raya? Sungguh serakah dirimu! Sungguh penggoda dirimu! Dengan segala euforia kotanya di deretan gedung-gedung bertingkat mwah juga pusat perbelanjaan yang wah,yang mungkin ajuh dari apa yang di miliki Indonesiaku. Kau buat mereka semua triur! Kurang ajar! yang memamerkan gemerlapnya kota KL, hingga membuat lelakiku pulang malam dan bangun pukul 11.00 siang hingga lalai sholat subuh!
Sesudah ini lalu apa? Sesudah begitu, mau apa lgi? Belum puas juga?! Penjarah! Gayamu saja alim, tapi tidak otakmu!

Masih ada 55 menit lagi untuk sampai pada pukul 00.00. Ktika digit angka pada jamtanganku bergeser menampilkan "MONDAY 8". Aku masih setia menuggunya, sambil bercerita denganmu. Untung, Allah Maha Baik. Memberiku tidur yang cukup pulas di masjid tadi. Sehingga aku masih sanggup melek sejauh ini.

Aku rasa, sekarang ku sudahi dulu bercerita denganmu. Aku akan beralih menodai sketch book-ku atau berimajinasi di lembaranmu yang lain. Nanti jika sudah pukul 00.00, aku akan menghubungimu lagi, OK?!


-23.14, ketika sayup-sayup ku dengar takbir dari masjid lain daerah Cipadung-



About Hesti...

bandung, jawa barat, Indonesia
aku suka apapun yang bikin aku ketawa.. aku memperhatikan segala sesuatu dari yang terkecil.. Paling gak suka bikin orang kecewa.. dan paling benci orang pembual

Well, I just want to write what I want to write and I just want to tell you what I want to tell So,you can read if you want to read Of course you can read them. With my pleasure! :-)